
BALI, Deteksimedia.com – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mendorong relaksasi izin penangkaran satwa langka di masyarakat sebagai upaya konservasi. Hal ini disampaikan dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI membahas repatriasi burung Perkici Dada Merah (Trichoglossus forsteni) di Bali, Senin (27/10/2025).
Raja Juli menjelaskan bahwa penangkaran perlu diperbanyak agar satwa langka, seperti burung endemik, dapat dikawinkan dengan yang ada di penangkaran jika mengalami kelangkaan di alam. “Jadi yang jangka pendek itu adalah memang mendekatkan yang langka itu dengan penangkaran supaya jumlahnya banyak dan suatu saat kalau dibilang memang betul-betul hilang kita masih punya cadangan di penangkaran kita,” ujarnya.
Ia mencontohkan keberhasilan perluasan izin penangkaran burung Jalak Bali yang meningkatkan populasi dan menurunkan tingkat perburuan. “Ini soal suplai dan demand juga, oleh karena itu saya selalu mengingatkan terutama untuk beberapa burung di Maluku, di Papua, yang memang statusnya langka tapi memang di lokal jarang yang memiliki tradisi dan kemampuan untuk menangkar,” kata Raja Juli.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan kesiapannya untuk membuat peraturan gubernur (Pergub) tentang pelindungan satwa langka yang memuat kemudahan izin penangkaran dan larangan perburuan satwa. “Kalau pemerintah pusat mengizinkan, kami akan membuatkan peraturan gubernur untuk pelindungan satwa, jadi kalau tidak bertabrakan dengan regulasi di atasnya akan membuatkan Peraturan Gubernur Bali untuk melindungi satwa langka,” kata dia.
Sebanyak 40 ekor burung Perkici Dada Merah, satwa endemik Bali dan Lombok yang terancam punah, telah dikembalikan dari Paradise Park, Inggris, dan ditempatkan di pusat penangkaran Bali Safari dan Bali Bird Park. Gubernur Koster menjanjikan burung-burung tersebut dapat segera dilepasliarkan kembali ke habitat asli di Hutan Gunung Batukaru, Kabupaten Tabanan.
Saat ini, pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dalam bentuk penangkaran diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 18 Tahun 2024. Peraturan tersebut menetapkan bahwa pelaku kegiatan penangkaran terdiri dari pemerintah pusat, lembaga pendidikan, atau lembaga penelitian. Diatur pula larangan pengembangbiakan silang antarjenis maupun antar anak jenis bagi satwa liar dilindungi dan tidak dilindungi yang berasal dari habitat alam, kecuali untuk kepentingan pengkajian, penelitian, dan pengembangan.
(ZM)





Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.