MOJOKERTO, Deteksimedia.com 1 November 2025 – Praktik pungutan liar (pungli) berkedok urunan kegiatan diduga kuat terjadi di lingkungan Puskesmas Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto. Modusnya, setiap pegawai dipungut hingga 50 persen dari uang perjalanan dinas yang seharusnya menjadi hak mereka. Akibatnya, setiap bulan ditaksir puluhan juta rupiah mengalir tanpa kejelasan.

Sejumlah pegawai puskesmas yang merasa menjadi korban “sapi perah” mengungkapkan keresahan mereka. Mereka mengaku takut bersuara karena khawatir akan dimutasi atau mendapat dampak negatif lainnya. Namun, persoalan ini terus menggelinding dan semakin meresahkan.

“Kami di puskesmas ada kegiatan dari bantuan operasional kesehatan atau BOK. Setiap ada kegiatan, perjalanan dinas kami dipotong 50 persen,” ungkap seorang pegawai yang enggan disebutkan namanya kepada Jawa Pos Radar Mojokerto.

Sistem pungutan ini terbilang sistematis. Pemotongan tidak dilakukan secara langsung, melainkan setelah dana perjalanan dinas cair ke rekening masing-masing pegawai. Setelah itu, mereka diminta menyetorkan kembali sebagian dana tersebut kepada bendahara. Besaran potongan 50 persen dianggap sangat memberatkan. Jika dalam sebulan ada sepuluh kegiatan, setiap pegawai bisa kehilangan hingga Rp 500 ribu.

“Tinggal kalikan saja berapa pegawai. Setiap bulan, dana yang dicairkan untuk seluruh kegiatan mencapai Rp 80 juta sampai Rp 100 juta. Diperuntukkan untuk apa, kami tidak tahu,” sesalnya.

Pungutan ini berlaku untuk semua pegawai Puskesmas Dawarblandong yang melaksanakan tugas di lapangan, termasuk perawat dan bidan yang terlibat dalam kegiatan seperti kunjungan ibu hamil risiko tinggi (KIA), kunjungan kematian, kelas ibu hamil, kelas balita, kunjungan tumbuh kembang, pendampingan ASI, dan kegiatan lainnya. Bahkan, pembinaan kepada kader di desa-desa pun tak luput dari pungutan ini.

“Semuanya dipotong 50 persen. Pokoknya setelah cair masuk rekening, kami diminta setor ke bendaharanya,” tegasnya.

Sumber tersebut juga menyoroti dugaan penyelewengan anggaran kegiatan yang berlangsung di dalam gedung. “Seperti uang makannya, tidak dibelanjakan tetapi tetap terserap,” ujarnya.

Ia menambahkan, kepala puskesmas awalnya berjanji akan transparan, namun hingga kini tidak ada kejelasan mengenai penggunaan dana pungutan tersebut. Bahkan, ketika ada pegawai yang pensiun atau pindah dari Puskesmas Dawarblandong, tidak ada acara perpisahan dengan alasan tidak ada anggaran. “Lantas, yang dipotong 50 persen itu ke mana?” tanyanya.

Kepala Puskesmas Membantah

Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Puskesmas Dawarblandong, dr. Deny Setiyawan, membantah adanya pemotongan 50 persen tersebut. Ia menyatakan bahwa uang perjalanan dinas langsung ditransfer ke rekening masing-masing pegawai. “Saya tidak bisa memotong, karena ditransfer ke rekening masing-masing,” ungkapnya.

Namun, Deny tidak membantah adanya setoran uang yang diperoleh dari perjalanan dinas pegawai. Setoran tersebut dikumpulkan di bendahara. Ia mengklaim bahwa pungutan tersebut tidak atas arahannya. “Teman-teman kadang ada acara. Misalkan ada yang mau purna tugas atau pindah tugas, mereka berunding sendiri untuk kegiatan perpisahan. Karena tidak ada anggaran, akhirnya diputuskan urunan saja. Mereka yang urunan, saya tidak perintah,” jelasnya.

Ia juga membantah bahwa nilai pungutan mencapai 50 persen dari uang perjalanan dinas yang diterima pegawai. “Tidak ada 50 persen, tidak sampai. Kalau menggunakan uang negara kan tidak boleh, tetap kadang-kadang kan teman-teman pengen liburan. Uangnya dari mana kalau tidak urunan,” kilahnya.

(Red)