
JAKARTA, Deteksimedia.com 29 Oktober 2025 – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghapus Pasal 44 ayat (1) dan (2) dalam Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Pasal tersebut memperbolehkan pelaku jasa keuangan menggunakan jasa pihak ketiga atau debt collector dalam penagihan utang.
“Saya mendesak OJK menghapus aturan pelaku jasa keuangan yang boleh melakukan penagihan utang menggunakan jasa pihak ketiga. Alasannya, praktik di lapangan tidak sesuai aturan dan malah banyak tindak pidana. Saya mendorong juga masalah utang ini diselesaikan secara perdata,” kata Abdullah dalam keterangannya.
Abdullah mengungkapkan keprihatinannya atas tindakan pidana yang dilakukan oleh penagih utang. Ia mencontohkan peristiwa di Lapangan Tempel Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Kamis, 2 Oktober lalu, di mana mobil penagih utang ditimpuki batu oleh warga karena mengebut di pemukiman dan meresahkan warga. “Pelanggaran yang dilakukan penagih utang ini sudah banyak diadukan,” jelasnya.
Data dari OJK menunjukkan bahwa dari Januari hingga 13 Juni 2025, terdapat 3.858 aduan terkait penagihan utang oleh pihak ketiga yang tidak sesuai dengan ketentuan. Abdullah menambahkan bahwa para penagih utang juga diduga kuat melakukan tindak pidana, seperti ancaman, kekerasan, dan mempermalukan. “Namun pertanyaan saya, sudah berapa banyak perusahaan jasa keuangan yang diberi sanksi administratif atau bahkan sampai pidana?” tanya legislator dari Dapil Jateng VI itu.
Abdullah mendorong penyelesaian masalah utang melalui jalur perdata untuk meminimalisir risiko pelanggaran hukum. “Melalui perdata, perusahaan jasa keuangan mesti mengikuti mekanisme yang ada, mulai dari penagihan, penjaminan, sampai penyitaan. Mereka yang berutang atau debitur, jika tidak mampu membayar juga akan masuk daftar hitam atau blacklist nasional melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Bank Indonesia atau OJK,” terangnya.
Desakan ini didasarkan pada perspektif hukum dan HAM yang melindungi konsumen sebagai pihak yang rentan. Meskipun penagihan utang adalah hak kreditur, Abdullah menekankan pentingnya menghormati hak asasi manusia dalam proses tersebut.
“Maka itu, sekali lagi saya tegaskan, negara hukum yang beradab tidak mengukur keberhasilan penegakan hukum dari seberapa banyak orang dipaksa membayar utang, melainkan dari seberapa jauh hak manusia dihormati dalam proses itu,” pungkasnya.
(Red)





Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.