
PINRANG, Deteksimedia.com 31 Oktober 2025 – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pinrang telah menetapkan seorang pegawai bank milik negara (BUMN) berinisial FMW sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan kredit produk Fleksi Pensiun dan Pra Pensiun. Kasus ini terjadi di salah satu Kantor Cabang Pembantu bank BUMN di Kabupaten Pinrang, dalam rentang waktu 2022 hingga 2025.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sulsel, Soetarmi, mengungkapkan bahwa FMW, yang menjabat sebagai Sales Kredit Produk Fleksi Pensiun dan Pra Pensiun, diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam proses pencairan kredit bagi para pensiunan ASN, TNI, Polri, dan calon pensiunan.
“Dalam kedudukannya, tersangka memiliki tugas mencari calon debitur dan membantu proses administrasi serta pencairan kredit. Namun, ia justru memanfaatkan posisi itu untuk menguasai dana milik debitur,” ujar Soetarmi.
Berdasarkan hasil audit internal bank, ditemukan 41 debitur dengan transaksi mencurigakan. Dari jumlah tersebut, 32 debitur mengalami kerugian karena dana pinjaman yang seharusnya mereka terima sebagian tidak diserahkan atau bahkan dikuasai sepenuhnya oleh tersangka.
“Perbuatan tersangka tidak hanya merugikan para debitur, tetapi juga menimbulkan kerugian keuangan negara terhadap bank BUMN tersebut,” jelas Soetarmi.
Penyidik menemukan bahwa FMW menggunakan dua modus utama dalam menjalankan aksinya. Pertama, menguasai dan menarik dana pelunasan (take over) pinjaman debitur. Dalam proses take over, debitur yang memindahkan pinjamannya dari bank asal ke bank BUMN memiliki dana pencairan yang seharusnya digunakan untuk melunasi pinjaman di bank lama. Namun, FMW justru menarik dan memindahkan dana tersebut tanpa sepengetahuan debitur, dengan cara mengelabui teller bank menggunakan slip kosong yang telah ditandatangani dan menggunakan kartu ATM milik debitur.
“Hingga mentransfer melalui internet banking ke rekening pihak lain yang ia kuasai,” bebernya.
Modus kedua adalah FMW tidak menyerahkan seluruh dana pencairan kredit kepada debitur. Dalam sejumlah kasus, debitur hanya menerima sebagian dari total dana kredit agar tidak menaruh curiga. Sisa dana tersebut kemudian sepenuhnya dikuasai oleh tersangka.
“Tersangka berupaya menutupi tindakannya dengan memberikan sebagian dana agar korban merasa prosesnya normal. Namun setelah dilakukan audit, penyimpangan itu akhirnya terungkap,” ungkap Soetarmi.
Hasil perhitungan dari pengawas internal bank menunjukkan total kerugian akibat perbuatan tersangka mencapai Rp2.938.636.569, atau hampir mencapai Rp 3 miliar.
“Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun, dan denda maksimal Rp1 miliar,” pungkasnya.
(Red)





Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.