deteksimedia.com//TUBAN – Dua mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Senori terancam dikeluarkan (drop out/DO) karena aktif dalam organisasi mahasiswa ekstra kampus, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ancaman ini memicu reaksi keras dari HMI Cabang Tuban.

Ketua Umum HMI Cabang Tuban, Agus Siswanto, menyatakan telah mengirimkan surat pernyataan sikap kepada Ketua STAI Senori sebagai respons atas kejadian ini. Surat tersebut berisi keberatan atas perlakuan yang dialami anggota mereka.

“Kami telah melayangkan surat menyikapi apa yang terjadi pada kader kami,” ujar Agus pada (24/10/2025).

Agus menjelaskan bahwa anggotanya, Arzaq Wahyu Syien dan Muhammad Muzaqi Latief, merasa mendapat tekanan dari pihak kampus karena keanggotaan mereka di HMI. Ia menekankan bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi menjamin hak mahasiswa untuk berpendapat dan berorganisasi, baik di dalam maupun di luar kampus.

“Dari Undang-Undang tersebut, seharusnya pihak kampus tidak melakukan sikap seperti ini,” tegasnya.

HMI berpendapat bahwa kampus seharusnya menjadi ruang akademik yang bebas, tempat berkembangnya pemikiran kritis dan keberagaman organisasi kemahasiswaan. Organisasi ini juga menekankan bahwa HMI diakui secara legal untuk beraktivitas di lingkungan kampus berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) No. 55 Tahun 2018, yang memperbolehkan Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK) untuk beroperasi.

“Kami menyampaikan penyesalan mendalam dan menolak tegas terhadap tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh pihak kampus terhadap kader HMI, yang pada hakikatnya memiliki hak konstitusional untuk berorganisasi,” imbuhnya.

HMI mendesak pihak kampus untuk mengembalikan hak-hak akademik dan administratif anggota mereka, serta mengajak seluruh civitas akademika dan organisasi mahasiswa lainnya untuk menjaga independensi kampus dari segala bentuk intervensi.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Bagian Kemahasiswaan STAI Senori, Muhammad Abdul Mujib, membantah adanya ancaman DO terhadap mahasiswa karena mengikuti organisasi tertentu. Ia menyatakan bahwa kampus tidak melarang mahasiswa mengikuti organisasi yang legal.

“Ya boleh lah, tentu organisasi yang sudah legalitasnya jelas,” katanya.

Mujib menjelaskan bahwa terjadi miskomunikasi terkait pemanggilan mahasiswa. Menurutnya, pemanggilan tersebut bertujuan untuk mengklarifikasi keberadaan seorang mahasiswa bernama Faza yang dilaporkan tidak berada di pondok.

“Kami lakukan penelusuran, ibunya kirim screenshot chat anaknya ikut kegiatan di Malang,” jelasnya.

Namun, mahasiswa tersebut ternyata berada di Semarang, bukan Malang. Pihak kampus kemudian memanggil dua mahasiswa kader HMI untuk meminta klarifikasi terkait hal ini.

“Sebagai bentuk tanggung jawab kami untuk membina mahasiswa, mungkin sebatas itu,” pungkasnya.

(ZM)